Kemlu Dorong UKM Bali Masuki Pasar ASEAN
Kuta(BALI).Ppost- Bali terkenal sebagai tujuan wisata kelas dunia yang
sudah sangat populer di mancanegara. Selain destinasi wisatanya, Bali
juga merupakan daerah yang strategis bagi pengembangan industri UKM di
berbagai bidang, seperti makanan dan minuman, produk spa, tas tenun,
sarung Bali, dan garment. Dengan potensinya yang besar, para pelaku UKM
Bali bisa menjadi pemain yang sukses dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA).
Guna mempersiapkan berbagai produk UKM di Bali untuk menghadapi persaingan di era MEA, Direktorat Kerja Sama Ekonomi ASEAN (Dit. KSEA) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), bekerjasama dengan Business & Export Development Organization (BEDO) dan International Labour Organization (ILO) menyelenggarakan seminar dan workshop dengan tema "Penyampaian Saran Kebijakan Terkait Peningkatan Daya Saing Industri Kecil dan Menengah di Bali Guna Menembus Pasar ASEAN dalam rangka Implementasi Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025" tanggal 9-11 Agustus 2017 di Harris Riverview Hotel-Kuta, Bali.
Seminar dibuka oleh Program Manager BEDO, Jeff Kristianto Iskandarsyah, dan dilanjutkan dengan sambutan dari National Project Manager ILO Indonesia, Januar Roestandi. Dalam sambutan pembukaanya, Jeff Kristianto menyampaikan berbagai hal mengenai BEDO dan kegiatannya sebagai suatu organisasi non-profit dalam rangka pengembangan UMKM Indonesia. Dijelaskan pula mengenai peran penting UMKM dalam memajukan perekonomian Indonesia, karena berasal dari akar rumput yang memulai usahanya atas dasar passion terhadap suatu produk. Dalam perkembangannya UMKM tersebut harus merubah paradigmanya supaya siap mengambil manfaat dalam persaingan bebas di era MEA.
Langkah Terobosan
Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN (KSEA)-Kemenlu, Ade Petranto, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah terobosan Kemenlu dalam rangka mendorong UKM Indonesia mempersiapkan diri penetrasi ke pasar ASEAN memanfaatkan MEA. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan UKM mengingat jumlahnya yang signifikan secara nasional, dari 57 juta unit usaha di seluruh Indonesia, hampir seratus persen nya adalah unit usaha kecil dan menengah. UKM juga menyumbang 56% bagi Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97,30% tenaga kerja di Indonesia.
Mengingat peluang besar di pasar ASEAN, Kemenlu menghadirkan narasumber yang dinilai mampu memberikan perspektif langsung di lapangan, yaitu Tenaga Ahli Free Trade Area (FTA) Center- Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta Koordinator Fungsi Ekonomi dan Atase Perdagangan dari Perwakilan RI di Bangkok, Manila, Kuala Lumpur, Singapura, dan Yangon. Selain itu, para trainer yang teleh tersertifikasi program SCORE ILO juga turut ambil bagia pada workshop. Para narasumber tersebut telah memaparkan strategi penetrasi ke pasar ASEAN, khususnya terkait peraturan, trend produk, packaging, dan perkiraan harga produk UKM.
Direktur KSEA juga menyampaikan mengenai workshop yang menggunakan program Sustaining Competitive and Responsible Enterprises (SCORE) yang dikembangkan oleh ILO untuk membantu UKM meningkatkan mutu dan produktivitas, memperbaiki kondisi kerja yang sehat dan aman, pengurangan jejak kaki lingkungan (environmental footprints), serta penguatan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja. Peserta workshop kali ini merupakan UKM yang telah mendapatkan pelatihan program SCORE Module I dari BEDO yang fokus pada peningkatan daya saing, dan pada kesempatan ini mendapatkan pelatihan lanjutkan Modul II yang lebih fokus pada peningkatan akses pasar.
Ade Petranto turut menyinggung secara singkat mengenai latar belakang pembentukan MEA yang merupakan suatu proses yang telah dimulai sejak disepakatinya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992 dan akan terus berproses menuju integrasi yang lebih dalam. Salah satu tantangan saat ini adalah mengubah pola pikir yang memandang MEA sebagai "ancaman" terhadap pengusaha Indonesia menjadi sebaliknya, bagaimana pengusaha Indonesia dapat menangkap peluang yang dipersembahkan oleh MEA. Para pelaku pasar, termasuk UKM, seyogyanya harus lebih proaktif dan tidak lagi hanya sekedar melihat MEA sebagai suatu hambatan dan kendala, tetapi lebih pada kesempatan untuk lebih maju.
MEA merupakan satu dari tiga pilar "Masyarakat ASEAN" selain Masyarakat Politik Keamanan dan Masyarakat Sosial Budaya, dimana ketiga pilar tersebut harus dibangun secara utuh dan bersama sebagai satu kesatuan untuk mencapai suatu integrasi kawasan ASEAN yang aman, damai dan sejahtera. MEA 2025 terdiri dari 5 (lima) pilar, yaitu (i) Ekonomi yang Terpadu dan Terintegrasi Penuh; (ii) ASEAN yang Berdaya Saing, Inovatif, dan Dinamis; (iii) Peningkatan Konektivitas dan Kerja Sama Sektoral; (iv) ASEAN yang Tangguh, Inklusif, serta Berorientasi dan Berpusat pada Masyarakat; dan (v) ASEAN yang Global. Apabila ditarik garis lurus sebagai suatu proses yang menyeluruh, maka MEA dapat diartikan dalam 1 (satu) kata yaitu pembangunan (development) di kawasan ASEAN.
BEDO merupakan komunitas UKM yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan pengusaha kecil dan menengah melalui program capacity building, serta membantu meningkatkan strategi efisiensi perusahaan. BEDO di bentuk tahun 2006 dan telah aktif berpartisipasi dalam program unggulan dari ILO benama SCORE, yang merupakan program pelatihan praktis untuk meningkatkan produktivitas dan perbaikan kondisi kerja UKM.
Seminar yang dihadiri oleh sekitar 80 peserta dari kalangan pengusaha UKM tersebut, dilanjutkan dengan workshop bagi lima perusahaan terpilih selama dua hari. Diharapkan pada akhir program kegiatan, para peserta (UKM) dapat meningkatkan daya saing dan produktivitasnya sehingga siap menyasar pasar ASEAN.
Guna mempersiapkan berbagai produk UKM di Bali untuk menghadapi persaingan di era MEA, Direktorat Kerja Sama Ekonomi ASEAN (Dit. KSEA) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), bekerjasama dengan Business & Export Development Organization (BEDO) dan International Labour Organization (ILO) menyelenggarakan seminar dan workshop dengan tema "Penyampaian Saran Kebijakan Terkait Peningkatan Daya Saing Industri Kecil dan Menengah di Bali Guna Menembus Pasar ASEAN dalam rangka Implementasi Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025" tanggal 9-11 Agustus 2017 di Harris Riverview Hotel-Kuta, Bali.
Seminar dibuka oleh Program Manager BEDO, Jeff Kristianto Iskandarsyah, dan dilanjutkan dengan sambutan dari National Project Manager ILO Indonesia, Januar Roestandi. Dalam sambutan pembukaanya, Jeff Kristianto menyampaikan berbagai hal mengenai BEDO dan kegiatannya sebagai suatu organisasi non-profit dalam rangka pengembangan UMKM Indonesia. Dijelaskan pula mengenai peran penting UMKM dalam memajukan perekonomian Indonesia, karena berasal dari akar rumput yang memulai usahanya atas dasar passion terhadap suatu produk. Dalam perkembangannya UMKM tersebut harus merubah paradigmanya supaya siap mengambil manfaat dalam persaingan bebas di era MEA.
Langkah Terobosan
Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN (KSEA)-Kemenlu, Ade Petranto, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah terobosan Kemenlu dalam rangka mendorong UKM Indonesia mempersiapkan diri penetrasi ke pasar ASEAN memanfaatkan MEA. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan UKM mengingat jumlahnya yang signifikan secara nasional, dari 57 juta unit usaha di seluruh Indonesia, hampir seratus persen nya adalah unit usaha kecil dan menengah. UKM juga menyumbang 56% bagi Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap 97,30% tenaga kerja di Indonesia.
Mengingat peluang besar di pasar ASEAN, Kemenlu menghadirkan narasumber yang dinilai mampu memberikan perspektif langsung di lapangan, yaitu Tenaga Ahli Free Trade Area (FTA) Center- Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta Koordinator Fungsi Ekonomi dan Atase Perdagangan dari Perwakilan RI di Bangkok, Manila, Kuala Lumpur, Singapura, dan Yangon. Selain itu, para trainer yang teleh tersertifikasi program SCORE ILO juga turut ambil bagia pada workshop. Para narasumber tersebut telah memaparkan strategi penetrasi ke pasar ASEAN, khususnya terkait peraturan, trend produk, packaging, dan perkiraan harga produk UKM.
Direktur KSEA juga menyampaikan mengenai workshop yang menggunakan program Sustaining Competitive and Responsible Enterprises (SCORE) yang dikembangkan oleh ILO untuk membantu UKM meningkatkan mutu dan produktivitas, memperbaiki kondisi kerja yang sehat dan aman, pengurangan jejak kaki lingkungan (environmental footprints), serta penguatan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja. Peserta workshop kali ini merupakan UKM yang telah mendapatkan pelatihan program SCORE Module I dari BEDO yang fokus pada peningkatan daya saing, dan pada kesempatan ini mendapatkan pelatihan lanjutkan Modul II yang lebih fokus pada peningkatan akses pasar.
Ade Petranto turut menyinggung secara singkat mengenai latar belakang pembentukan MEA yang merupakan suatu proses yang telah dimulai sejak disepakatinya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1992 dan akan terus berproses menuju integrasi yang lebih dalam. Salah satu tantangan saat ini adalah mengubah pola pikir yang memandang MEA sebagai "ancaman" terhadap pengusaha Indonesia menjadi sebaliknya, bagaimana pengusaha Indonesia dapat menangkap peluang yang dipersembahkan oleh MEA. Para pelaku pasar, termasuk UKM, seyogyanya harus lebih proaktif dan tidak lagi hanya sekedar melihat MEA sebagai suatu hambatan dan kendala, tetapi lebih pada kesempatan untuk lebih maju.
MEA merupakan satu dari tiga pilar "Masyarakat ASEAN" selain Masyarakat Politik Keamanan dan Masyarakat Sosial Budaya, dimana ketiga pilar tersebut harus dibangun secara utuh dan bersama sebagai satu kesatuan untuk mencapai suatu integrasi kawasan ASEAN yang aman, damai dan sejahtera. MEA 2025 terdiri dari 5 (lima) pilar, yaitu (i) Ekonomi yang Terpadu dan Terintegrasi Penuh; (ii) ASEAN yang Berdaya Saing, Inovatif, dan Dinamis; (iii) Peningkatan Konektivitas dan Kerja Sama Sektoral; (iv) ASEAN yang Tangguh, Inklusif, serta Berorientasi dan Berpusat pada Masyarakat; dan (v) ASEAN yang Global. Apabila ditarik garis lurus sebagai suatu proses yang menyeluruh, maka MEA dapat diartikan dalam 1 (satu) kata yaitu pembangunan (development) di kawasan ASEAN.
BEDO merupakan komunitas UKM yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan pengusaha kecil dan menengah melalui program capacity building, serta membantu meningkatkan strategi efisiensi perusahaan. BEDO di bentuk tahun 2006 dan telah aktif berpartisipasi dalam program unggulan dari ILO benama SCORE, yang merupakan program pelatihan praktis untuk meningkatkan produktivitas dan perbaikan kondisi kerja UKM.
Seminar yang dihadiri oleh sekitar 80 peserta dari kalangan pengusaha UKM tersebut, dilanjutkan dengan workshop bagi lima perusahaan terpilih selama dua hari. Diharapkan pada akhir program kegiatan, para peserta (UKM) dapat meningkatkan daya saing dan produktivitasnya sehingga siap menyasar pasar ASEAN.
Post a Comment